Sabtu, 16 Februari 2008

SBY Abaikan Calon Internal BI

[IndoPos] - Pupus sudah harapan sejumlah kalangan yang menginginkan adanya calon dari kalangan internal untuk posisi gubernur Bank Indonesia (BI). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tadi malam telah menetapkan dua calon gubernur BI dari luar BI untuk diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dua nama calon yang diajukan SBY itu adalah Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo dan Ketua Tim Forum Stabilitas Sistem Keuangan dan Wakil Direktur Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Raden Pardede.

Menurut sumber Jawa Pos, surat dari Presiden SBY itu diterima Sekretariat Pimpinan DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta tadi malam sekitar pukul 21.30.

Setelah menerima surat pengajuan kandidat dari presiden, DPR akan mengumumkan nama-nama tersebut saat sidang paripurna pada Selasa (19/2). Melalui Badan Musyawarah DPR, calon-calon gubernur BI tersebut akan diproses melalui uji kepatutan dan kelayakan. Proses fit and proper test itu bisa berlangsung satu bulan lebih.

Setelah Gubernur BI Burhanuddin Abdullah tidak bersedia dicalonkan kembali setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus aliran dana BI, kalangan internal BI berusaha memunculkan nama kandidat baru. Nama-nama yang beredar, antara lain, Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono, Muliaman D. Hadad, dan Deputi Gubernur Senior Miranda Gultom.

Pencalonan Cagub BI Nepotisme

[Okezone Dotcom] - Politisi Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Ramson Siagian menilai calon gubernur Bank Indonesia hasil rekomendasi Presiden SBY terkesan memaksa. Sebab, dari kedua calon tidak ada yang berasal dari internal Bank Indonesia.

"Nama-nama calon itu terlalu dipaksakan, masak dua orang, dan tidak ada internal BI,? ujar Ramsaon kepada okezone, Sabtu (16/2/2008). Seperti Presiden SBY mengajukan nama Agus Martowardojo merupakan Dirut Bank Mandiri dan Raden Pardede Wakil Direktu PPA,

Ramson mengatakan pencalonan dua orang nama ini bak komedi, bahkan terkesan ada nepotisme. ?Agus ada hubungan famili, iparnya ipar SBY,? katanya.

Saat ditanya resistensi internal BI, dirinya hanya mengatakan tidak menutup kemungkinan kedua nama tersebut akan ditolak DPR. "Belum tentu DPR memilih kedua calon ini, DPR berhak menolak," tuturnya.

Kapabilitas kedua calon, dikatakanya masih relative standart. Karena masih banyak calon internal dari BI yang lebih berkompeten dibandingkan kedua calon. "Kalau untuk Gubernur BI masih relatif, seharusnya ada salah satu calon dari deputi senior atau deputi gubernur," pungkasny

Golkar Isyaratkan Tolak Calon Gubernur BI

[Media Indonesia] - Fraksi Partai Golkar (F-PG) DPR menyatakan akan menolak dua nama calon Gubernur Bank Indonesia (BI) yang diajukan Pemerintah jika dinilai tidak layak memimpin bank sentral.

"Bisa saja kami akan memilih satu di antara dua itu tapi tidak menutup kemungkinan F-PG akan mengembalikan kedua kandidat tersebut kepada Presiden," tegas Ketua F-PG DPR Priyo Budi Santoso di Jakarta, Sabtu (16/2).

Jumat (15/2) malam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajukan ke DPR dua calon Gubernur BI yakni Agus Martowardojo dan Raden Pardede.

Priyo mengaku terkejut setelah mengetahui bahwa dua calon Gubernur BI yang diajukan itu semuanya berasal dari luar BI.

"Kami terkejut karena tidak masuknya kandidat dari internal BI. Ini berarti pemerintah tidak percaya terhadap kualitas orang dari BI," paparnya.

Fraksinya, kata Priyo, akan mendalami rekam jejak kedua kandidat tersebut. Prasyaratan utama, kata dia, yakni harus bersih, kredibel, dan mumpuni berkaitan dengan moneter, fiskal, dan penguasaan makro ekonomi.

"Bahaya, kalau Gubernur BI hanya ahli di masalah mikro," tukasnya.

Jumat, 15 Februari 2008

BI Tidak Perlu Bankir

[Inilah Dotcom] - Sederet prestasi tak menjamin mulusnya langkah seorang bankir menuju kursi Gubernur Bank Indonesia. Untuk menjadi Gubernur BI dibutuhkan perspektif yang pas menyangkut tugas-tugas bank sentral. Apalagi perspektif BI berbeda dengan perbankan komersial.

Dalam sepekan terakhir beredar sejumlah nama di media massa sebagai nominasi calon Gubernur BI. Di antaranya adalah Komisaris Independen BNI Achjar Ilyas, Dirjen Pajak Darmin Nasution, dan Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo.

Sebelumnya juga beredar kabar bahwa kandidat itu dibagi dalam tiga formasi. Formasi pertama yang terdiri atas Aulia Pohan (besan SBY, mantan Deputi Gubernur BI), Hartadi A Sarwono (Deputi Gubernur BI), dan Darmin Nasution (Dirjen Pajak).

Formasi kedua adalah Hartadi A Sarwono, Muliaman Hadad (Deputi Gubernur BI) dan Sri Mulyani (Menteri Keuangan). Sedangkan formasi ketiga adalah Muliaman D Hadad, Miranda S Gultom (Deputi Gubernur Senior BI), dan Agus DW Martowardojo.

Munculnya nama Dirut Bank Mandiri itu langsung menuai pro dan kontra. Agus dikenal sebagai sosok bankir senior 'bertangan dingin' dalam menangani persoalan perbankan. Namun ia juga bukan sosok yang sempurna.

Ekonom senior, Faisal Basri, menilai Agus Martowardojo memiliki perspektif yang terlalu bangkir. Dalam perspektif Agus, menurut Faisal, BI adalah bapaknya bankir, sedangkan logika bankir adalah bisnis.

Karena itu, kalau BI dipimpin Agus, maka BI akan dijadikan tempat berbisnis. "Kalau Agus yang menjadi Gubernur BI, maka risikonya terlalu berbahaya. Agus akan menjadi bencana bagi BI. Tidak, tidak boleh!" papar Faisal, saat ditemui seusai memberikan kuliah umum di Fisip UI, Depok, Jumat (15/2).

Agus Martowardoyo dan Raden Pardede Calon Gubernur BI

[Antara News] - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajukan kepada DPR nama Dirut Bank Mandiri Agus Martowardoyo dan Wakil Dirut Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Raden Pardede sebagai calon untuk dipilih menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI).

Anggota Komisi XI DPR RI Dradjat H Wibowo di Jakarta, Jumat malam, mengatakan surat dari Presiden sudah masuk ke DPR malam ini juga, yang berisi pengajuan dua calon tersebut kepada DPR untuk dipilih menggantikan Burhanuddin Abdullah.

Masa kerja Burhanuddin akan berakhir 17 Mei mendatang dan berdasarkan UU BI, Presiden harus mengajukan nama calon penggantinya tiga bulan sebelum 17 Mei tersebut.

Agus Martowardoyo merupakan bankir senior yang sebelumnya sempat berkarir di Bank Bumiputera, Bank Niaga, kemudian menjadi dirut Bank Permata pada tahun 2003, sebelum menjadi dirut Bank Mandiri pada pertengahan tahun 2005.

Sementara Raden Pardede lebih banyak bekerja sebagai analis independen sebelum bertugas di PPA.(*)

Kamis, 22 November 2007

Karyawan Laporkan Direksi Bank Mandiri Ke Komnas HAM

[Tempo Interaktif] - Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM), Kamis (22/11), akan melaporkan jajaran direksi Bank Mandiri ke Komisi Hak Asasi Manusia.

Menurut Ketua Dewan Penasehat Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, Saepul Tavip, manajemen telah mengintimidasi dan melarang kebebasan berserikat/berkumpul para pekerjanya. Manajemen, kata dia, juga memaksa sejumlah karyawan keluar dari serikat pekerja dengan ancaman pemecatan. "Larangan ini jelas suatu bentuk pelanggaran HAM," kata dia saat dihubungi Tempo, Kamis (22/11).

Serikat Karyawan menilai manajemen melanggar Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh serta Konvensi ILO No. 87 tentang Freedom of Association yang telah diratifikasi Indonesia.

Jumat, 19 Agustus 2005

Kasus Merincorp : Diduga Terjadi Penghapusbukuan Utang

[Suara Karya] - Bau dugaan adanya ketidakberesan dalam pengambilalihan saham Bank Merincorp oleh Bank Exim pada tahun 1999 lalu, semakin mengemuka. Saat ini muncul dugaan, telah terjadi penghapusbukuan atas utang Bank Merincorp di Bank Mandiri tersebut, sebesar 30 juta dolar Amerika.

Dugaan adanya penghapusbukuan tersebut ditengarai merupakan tindak lanjut atas catatan yang diberikan Komisaris Utama Bank Mandiri waktu itu, Binhadi.

Pasalnya, berbeda dengan kelima panitia kredit Bank Mandiri lainnya, saat menyatakan persetujuan terhadap keputusan pengambilalihan pinjaman Sumitomo sebesar 30 juta dolar AS di Merincorp ke Bank Mandiri, Binhadi memberikan catatan khusus.

Catatan itu berbunyi," Dengan pengambilalihan ini, kita melanggar BMPK. Karena itu, sesuai dengan catatan saya sebelumnya, harap agar diproses pengambilalihan kredit-kredit Merincorp untuk melunasi kredit ini".

Dari catatan itu saja, beberapa pihak melihat, Binhadi sendiri waktu itu telah menyadari bahwa pengambilalihan tersebut beresiko melanggar ketentuan perbankan, yang akhirnya akan berdampak terhadap kesehatan keuangan Bank Mandiri.

Bahkan dalam perjalanannya, dalam internal Bank Mandiri sendiri persoalan tersebut disadari beresiko tinggi.